Apa Sih, Yang Tak Bisa Dilakukan Demi Cinta

Demi cintanya, Jamie Nieto melakukan keajaiban pada saat hari pernikahannya. ia mampu menggerakkan kakinya yang lumpuh!

Pelayan yang Baik Hati dan Laki-Laki Tua Bertangan Buntung

Pelayan restoran cepat saji ini sungguh berhati mulia. Apa yang ia lakukan mendapat pujian dari netizen di seluruh dunia.

Gelandangan yang Menjadi Pahlawan

Meski gelandangan, wanita ini telah menyelamatkan sebuah toko kosmetik dari kemalingan. Ia pun mendapat banyak simpati dari netizen

Dahulu Baralek, Sekarang Pesta

Banyak perbedaan yang kita temui dalam acara baralek atau yang disebut pesta antara Zaman dahulu dengan Zaman sekarang. Apa saja perbedaan itu, yuk, disimak artikelnya.

Anda Pasti Terharu, Mengapa Pemilik Restoran Ini Menutup Usahanya

Dia adalah laki-laki istimewa dan sangat disayangi para pelanggan. Sesuatu tiba-tiba mengubah jalan hidupnya. Yuk, kenalan dengan dengan sosok yang bernama Tim Harris ini

Minggu, 28 Februari 2016

Untuk Para Pria, Belajarlah dari Kakek ini!


Pertanyaan untuk Anda para pria. Seberapa peduli Anda dengan istri Anda? Mungkin anda yang baru beberapa tahun hidup bersama dengan wanita yang yang anda pilih  menjadi ibu anak-anak anda, perhatian Anda bisa jadi tidak berkurang, sama seperti di kala masa pacaran. Tapi tak sedikit kepedulian yang ditunjukkan, sedikit demi sedikit tergerus oleh waktu.

Seperti cerita yang sering saya dengar. Bila masa pacaran, bila sang kekasih terpeleset karena jalan licin atau terantuk batu, biasanya si pria dengan cepat menolong dan mengelus kaki pasangannya dengan mesra seraya berkata,

“Aduh, sakit, ya, sayang? Sini aku obati.”

Setelah beberapa tahun menikah, bila kejadian yang sama terulang, ucapan yang mungkin keluar dari mulut si pria adalah,

“Hati-hati dong, kalau jalan liat-liat!”

Dan seiring waktu, bila telah belasan tahun menikah, dan kejadian yang sama terjadi, tak sedikit para pria mengomeli istrinya dengan ucapan,

“Makanya, jalan tuh yang bener! Kepleset kan jadinya!”

Ada perubahan sikap sebagian orang dalam merespon peristiwa yang dialami oleh pasangan. Mengapa itu bisa terjadi? Apa karena sudah tidak cinta? Saya rasa tidak, tapi justru karena kita terlena dan menganggap biasa saja rasa yang ada di hati setelah sekian lama hidup bersama.

Nah, peristiwa ini bisa Anda jadikan renungan. Peristiwa ini diabadikan dan dishare di FB Love What Matters, dan menjadi viral, disukai oleh ribuan orang. Foto itu dilengkapi dengan keterangan yang sangat menyentak,

“Sang Kakek sedang menolong istrinya memilih peralatan make up yang sesuai dengan warna kulitnya. Si Nenek kewalahan menemukan make up yang cocok untuk dirinya dan sang suami sangat membantu. Ternyata si nenek mengalami momen ‘gadis ABG labil’, panik berjuang memilih kosmetik yang ‘cucok’ untuk dirinya. Saat itulah si Kakek datang dan menenangkan si Nenek, membantunya menemukan warna yang sesuai untuk orang yang disayanginya dan kemudian mencium kening si Nenek. Wow, it’s so romantic, ya? Tapi itulah yang terjadi, cara yang sederhana menunjukkan cintanya yang besar pada si Nenek. Ini merupakan sebuah peringatan yang sempurna, bahwa usia boleh saja menua, tapi tidak dengan cinta...

Ah, saya jadi ingat sebuah ungkapan lain,

“True love isn’t Romeo and Juliet who died together. It’s Grandma and Grandpa who grew old together.”


Oh, so sweet!

Jumat, 26 Februari 2016

Jackie Ying, Muslimah Peraih Penghargaan Top Scientific Achievement Award


Apa istimewanya perempuan yang bernama lengkap Jackie Yi-Ru Ying ini? Mungkin kita melihat penampilannya yang berhijab dengan mata sipitnya. Sebagian kita hanya terbiasa melihat perempuan berhijab dengan wajah Melayu, atau tipikal perempuan khas Asia Tenggara,  atau berwajah Arab, Asia Selatan, terkadang perempuan Afrika Utara.

Tapi sesungguhnya Jackie Ying punya prestasi akademis yang bisa menginspirasi banyak perempuan muslim lainnya. Ia pribadi muslimah yang mengesankan, menambah daftar Muslimah yang berprestasi hebat.

Jackie Y. Ying lahir tahun 1966 di Taipei, dibesarkan di Singapura dan New York di mana muslim jadi Minoritas. Ia mengenyam pendidikan di Raffles Girl’s School, sekolah  menengah paling top di Singapura. Usia 15, keluarganya pindah ke New York, dan di sana ia lulus dengan prediket B.E summa cum laude jurusan Teknik Kimia dari The Cooper Union tahun 1987. Kemudian ia melanjutkan ke universitas bergengsi, Princeton University, sebuah universitas swasta berbasis riset yang termasuk dalam Ivy League dan mendapatkan gelar MA tahun 1988 dan PhD tahun 1991. Tahun 2001, ia menjadi profesor penuh di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Jackie Ying menjadi profesor penuh termuda dalam sejarah MIT.

Seperti dilangsir dari mvmuslim, saat ini Jackie Ying menjabat Direktur Eksekutif di Institute of Bioengineering and Nanotechnoogy (IBN), Singapura. Ia mendapat sejumlah penghargaan penelitian. Ia juga menempati posisi strategis lain diantaranya sebagai dewan penasehat di  Scientific Advisory Boards of Molecular Frontiers and King Abdullah University of Science and Technology Catalysis Center, profesor kehormatan di King Saud University (Saudi Arabia), Jilin University (China), Sichuan University (China) and Nanyang Technological University (Singapura).

Bukan itu saja, Prof. Jackie Ying juga menjabat sebagai Editor-in-Chief di Nano Today, sebuah jurnal akademik khusus ilmu dan teknologi nano, 340 publikasi di jurnal terkemuka, punya lebih dari 150 paten, sebagian besar sukses diterapkan secara komersial oleh perusahan multinasional dan start-up. Salah satu perusahan yang didirikannya, SmartCells, Inc, telah mengembangkan sebuah platform teknologi yang mampu mengatur sendiri pelepasan Insulin yang tergantung pada kadar glukosa darah.

Ini sebuah sistem pengantaran obat yang melingkupi kebutuhan untuk pemantauan glukosa darah dengan menusuk jari. Dibanding menggunakan injeksi, insulin dengan cara ini bisa diantarkan secara oral (lewat mulut) atau dengan saluran pernapasan. Keren kan?

Atas prestasinya, Jackie Ying diganjar Mustafa Prize “Top Scientific Achievement” tanggal 24 Desember 2015.

Jackie Ying memeluk Islam 12 tahun lalu. Baginya Islam adalah agama yang simpel dan masuk akal, dan ia menemukan kaitan yang kuat antara  biologi dan bagaimana biologi dengan sang pencipta. Setelah melaksanakan Umrah tiga tahun lalu ia memutuskan berhijab tanpa ada halangan.


Ujarnya kepada Strait Times, “ bagiku, ini kewajiban agama, apa yang dilihat dan dikatakan orang lain tak masalah. Aku ingat ketika beberapa orang rekan barat pertama kali melihatku, mereka pikir aku sedang pergi ke pesta! Bosku bercanda kalau ia perlu sidik jariku untuk meyakinkan ini benar-benar aku. Tak ada reaksi negatif sama sekali.”


foto: mvmuslim.com

Rabu, 24 Februari 2016

Pelayan yang Baik Hati dan Laki-Laki Tua Bertangan Buntung


Ada seorang pelayan yang bekerja di sebuah restoran cepat saji Jolibee Agoo di Agoo, La Union, Filipina. Namanya Jemcy Garcia Carino. Apa yang dilakukannya mendapat pujian dari orang-orang seluruh dunia setelah dia difoto sedang menyuapi seorang pria tua yang memesan makanan di restoran tempatnya bekerja.

Seorang perempuan bernama Marie Zelda Idelle Biteng berbagi kisahnya di facebook. Ia melihat seorang pria tua makan di sebuah meja dengan merundukkan kepalanya ke meja sehingga bisa menjangkau makanan di piring dan memasukkannya ke dalam mulut. Tindakan tersebut ia lakukan karena tidak memiliki tangan layaknya manusia normal alias kedua tangannya buntung. Meskipun terlihat kesulitan, tapi pria tua itu sama sekali tidak mengeluh.

Memperhatikan kesulitan yang dihadapi pria tua nan malang itu, Jemcy Garcia Carino, pelayan restoran cepat saji itu segera menuju meja pak tua tersebut tanpa ada yang memintanya apalagi disuruh. Pemuda berhati mulia itu langsung menyuapi laki-laki tua itu dengan sabar dan penuh kasih.

Pengunjung yang ada di Jolibee langsung merasa simpati padanya, dan Marie Zelda sempat mengabadikan peristiwa tersebut dan mempostingnya di facebook. Dalam waktu singkat postingan tersebut langsung menjadi viral dan di-like ratusan ribu orang.

Ah, betapa mulianya hati Jemcy Garcia ini. Sifatnya yang melayani dengan tulus tanpa membedakan pelanggan  membuat orang-orang jatuh hati padanya. Banyak yang mendoakan semoga ia menemukan kesuksesan di masa yang akan datang.

Yang Tak Diundang


Mama mendapati Alia tengah melamun di kamar. Wajahnya kelihatan sedih. Padahal biasanya setiap pulang sekolah, Alia langsung mengganti pakaian dan makan siang tanpa perlu diingatkan.
“Alia, kenapa wajahnmu murung begitu? Kamu sakit?” Mama menyentuh kening Alia. Alia berusaha tersenyum saat menyadari kehadiran Mama.
“Ah, tidak ada apa-apa, Ma,” jawab Alia singkat.
Mama menarik napas panjang, kemudian berkata lagi.
“Alia, wajahmu tak bisa berbohong. Sekarang ceritakan apa kamu punya masalah di sekolah tadi?”
Alia tidak langsung menjawab. Ia bimbang mengatakan yang sebenarnya. Tetapi, apa salahnya kalau ia cerita?
“Mama tahu Regi, teman sebangkuku, kan? Tiga hari lagi ia merayakan ulang tahun. Semua anak di kelasku diundang. Tapi aku tidak,” ujar Alia sedih.
“Kenapa kamu tidak diundang?”
“Justru itu, Alia tidak tahu. Mungkin ia masih marah karena Alia mendapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris. Regi, kan, anak yang paling jago bahasa Inggris di kelas.”
“Mama lihat, Regi anak yang baik. Masa cuma gara-gara itu kamu tak diundang? Bisa jadi dia lupa. Kamu nggak coba bertanya padanya?”
“Buat apa? Enggak diundang, kok, malah nanya? Aku enggak mau!” cetus Alia dengan suara meninggi. Mama membelai rambut Alia.
“Ya, sudah. Tak usah dimasukkan ke dalam hati. Berbesar hati saja kalau memang tak diundang. Sekarang kamu ganti baju dulu, terus makan. Mama sudah siapkan menu kesukaanmu,” ujar Mama akhirnya.
Wajah Alia masih memberengut. Tetapi, ia turuti saja nasehat Mama dan beranjak dari tempat tidur. Terasa perutnya semakin keroncongan.
***
Hari ini, Regi kelihatan sibuk dengan persiapan pesta ulang tahunnya. Ia mengingatkan teman-temannya agar datang. Dengar-dengar, pestanya pun diselenggarakan oleh event organizer. Maksudnya, dikerjakan oleh sekelompok orang yang ahli dalam membuat acara. Anak-anak semakin penasaran. Seperti apa, sih, acaranya nanti?
Regi memang anak orang kaya. Semua anak senang bergaul dengannya. Ia sering membagi-bagikan makanan, permen, cokelat, atau buku-buku cerita pada teman-teman. Prestasinya pun pantas diacungi jempol. Ia selalu juara kelas.
Alia hanya mendengarkan kehebohan teman-temannya tanpa semangat. Hati kecilnya bertanya-tanya. Benarkah Regi tidak mengundangnya hanya karena Alia dapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris tempo hari? Alia masih ingat ekspresi kekecewaan di wajah Regi saat ia hanya mendapat nilai 83. Waktu mengetahui Alia dapat nilai 100, raut tak senang jelas terpancar di diwajahnya. Alia tak menyangka kalau Regi tak sebaik yang ia kenal.
Malam itu, Alia duduk gelisah di depan TV. Tak satu pun acara di TV menarik perhatiannya. Sebentar-sebentar, saluran TV dipindahkannya dengan menggunakan remote. Mama yang tadinya memperhatikan, datang menghampiri.
“Kamu masih memikirkan ulang tahun Regi, ya?”
“Ah, kenapa mesti dipikirin!” ujar Alia asal saja.
Alia bangkit dan beranjak menuju kamar. Ia tak ingin Mama membahas itu lagi. Semakin membuat Alia bersedih. Dari tadi, pikirannya terus melayang membayangkan suasana pesta di rumah Regi. Pasti semua temannya hadir. Tadi siang di sekolah, mereka sudah janjian untuk datang sama-sama.
Di kamar, Alia memandangi kado yang telah ia siapkan seminggu lalu. Alia menyorongkan kepalanya di balik bantal, mencoba menghilangkan rasa sedih di hatinya. Tak lama, akhirnya ia tertidur.
“Alia, ada yang datang, nih,” suara Mama memanggil. Alia tersentak. Ia mengucek-ucek matanya dan berjalan menuju pintu.
“Siapa?”
“Lihat saja sendiri,” Mama pun berlalu.
Alia penasaran, bergegas ke ruang tamu. Di sana, ia melihat Regi. Masih memakai baju pesta. Cantik sekali. Tetapi, raut khawatir tampak dari wajahnya.
“Alia, kamu sakit? Sedih melihatmu tidak datang ke acaraku.”
Alia memandang Regi dengan tatapan tak mengerti. Sejenak ia bingung dengan ucapan Regi itu. Lama ia baru bisa menjawab.
“Maaf, Regi, aku... aku, kan, tak diundang.”
“Tak mungkin! Semuanya aku undang, kok. Apalagi, kamu, kan teman sebangku aku.”
“Aku pikir, kamu masih marah padaku karena aku dapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris tempo hari. Makanya, aku tak diundang,” ujar Alia.
Mendengar hal itu, Regi terlihat kaget.
“Alia, masa aku marah gara-gara itu? Aku cuma kecewa tidak bisa konsentrasi saat belajar. Waktu itu, aku terlalu memikirkan acara ultahku ini,” jawab Regi. “Maafkan aku ya, Alia. Mungkin aku yang lupa memeriksa semua undangan. Ini aku bawakan sesuatu untukmu.”
Dengan tulus, Regi menyerahkan bingkisan ulang tahun dan kue-kue pada Alia. Raut muka Alia pun berubah jadi sedikit malu.
“Justru aku yang minta maaf karena telah berburuk sangka,” Alia merangkul teman sebangkunya itu.
“O ya, aku telah menyiapkan kado untukmu. Tunggu sebentar, ya.” Alia berlari ke kamarnya.
Di luar, Mama, Papa, dan supir Regi tersenyum melihat tingkah keduanya.


Note: 
Naskah saya ini dimuat di majalah Bobo No. 32/ Th 38/ 2010

Selasa, 23 Februari 2016

Betina Kesepian


Dia lelaki kesepian dan aku haus akan belaian. Seharusnya kami bisa bersenyawa dan saling melengkapi. Tapi tidak, justru kami tidak saling berinteraksi meski kami tinggal di bawah atap yang sama. Dia sibuk dengan dunianya, dan aku larut dalam duniaku. Tak ada tegur sapa darinya semenjak kami tinggal bersama. Aku tidak tahu mengapa ia bersikap begitu. Boleh dibilang aku nyaris putus asa untuk menarik perhatiannya. Dulu aku mencoba menebar pesona, melenggak-lenggok di depannya, berusaha mendekat dan merajuk, tapi ia hanya menatapku sekilas dan berlalu. 

Kadang aku membayangkan duduk dipangkuannya dan bersenda gurau. Tapi ia terlalu dingin dan tak peduli. Puji syukur aku tak diapa-apakan olehnya. Akhirnya aku memang tak bisa berharap banyak dan tahu diri kalau aku memang tidak menarik hatinya. Aku memang tidak cantik, malah berkesan kampung dan udik. Dan satu lagi kekuranganku, aku tuli. Meski aku bisa merasakan indahnya warna-warni dunia, tapi aku hanya memandangnya dalam kesenyapan. Kau mau tahu mengapa aku tuli? Baiklah, akan kuceritakan. Tapi kuharap kau tidak memberikan rasa iba karena itu tiada guna. Lagi pula apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku? Semua sudah terjadi.

Aku tuli karena takdir. Nasibku memang buruk. Sedari kecil aku sudah dicampakkan karena tidak diharapkan. Aku hidup hanya mengandalkan naluri. Kesana kemari mencari sesuap nasi. Suatu saat ada orang jahat, ia menyiksaku hingga sekarat. Ia menendang dan menghajarku karena karena ketahuan mencuri. Kejahatan yang kulakukan, tak sesuai dengan hukuman yang aku dapatkan. Aku harus kehilangan pendengaran. Kepada siapa aku harus mengadu? Aku hanya makhluk tak berdaya. Masih untung tak kehilangan nyawa. Semenjak itu aku jadi takut bila bertemu orang. Kau boleh menyebutku Paranoia. Menjauhi keramaian dan sangat berhati-hati dengan orang-orang. Dunia ini memang kejam, dan aku harus punya cara untuk bertahan.

Di saat itulah aku bertemu lelaki itu. Ia sendiri di rumahnya yang jauh dari pemukiman. Terpencil sendiri tak berteman. Aku tidak tahu apakah ia punya keluarga atau tidak. Ia laki-laki yang berteman sepi. Baginya rumah hanyalah gua untuk bersembunyi, atau untuk melepas penat seharian setelah berjibaku di luar sana melawan dunia. Pergi pagi pulang menjelang malam, bahkan tak jarang bila matahari sudah lama masuk ke peraduan. 

Aku sering menunggunya di depan pintu. Berharap ia menyapaku, membelai kepalaku. Tapi seperti yang aku katakan, ia dingin tak peduli seperti orang yang tak punya hati.

Kebiasaannya yang lain yang aku tahu adalah menonton tivi sambil selonjoran. Kadang sampai tertidur di depan tivi. Aku suka mengintipnya dari balik pintu. Lucu sekali melihat kepalanya yang terkulai dengan mulut yang sedikit menganga.

Ia bukan lelaki tampan sebenarnya, tak ada yang istimewa. Hidungnya sedikit besar dengan rambut kasar berombak. Badannya terlalu kurus untuk tingginya yang semampai. Kalau boleh kutebak usianya bisa jadi sudah setengah baya. Sudah terlihat keriput di sudut mata dan sebagian uban yang menyumbul dari balik kepala.

Kadangkala pikiran usilku suka bertanya. Tidak adakah keinginannya untuk punya keluarga? Punya istri dan beranak pinak? Kenapa masih hidup sendiri? Ataukah ia lelaki yang tak percaya diri ataukah lagi pernah disakiti? 

Aku saja kepingin. Tapi bila keinginan itu datang terpaksa aku tahan. Aku terlalu takut pergi jauh mencari pasangan. Lebih baik berdiam di rumah ini sembari terus menanti kalau ada yang datang. 
Jadilah aku jadi penunggu rumah paling setia. Tidak pernah ke mana-mana. Sesekali mengamati orang lewat di depan rumah. Itu pun hanya lewat satu dua. Siang hari memang selalu terlihat sepi, malam apalagi. Tapi sesungguhnya bagiku inilah lingkungan teraman untuk ditinggali. Tempat ideal bagi para pecinta sepi.

***
Aku sedang leyeh-leyeh di teras rumah sore itu. Tanpa aku sadari, tiba-tiba saja ada sesosok pejantan muncul di hadapanku entah dari mana datangnya. Tubuhnya tegap, dengan kepala yang kokoh. Matanyanya begitu nyalang menatapku. Mulutnya menyeringai dan mengucapkan sesuatu. Aku hanya terpana, tanpa bisa berkata-kata.

Harus kuakui kalau aku terpesona pada pandangan pertama. Walau penampilannya terlihat lusuh, tapi auranya begitu kuat menggoda. Mungkin saja ia jantan pengelana yang kebetulan lewat depan rumah.
Aku tersipu malu ketika ia terus menatapku dengan sorot menggoda. Ia terus mendekat dan mendekatiku. Jantungku berdebar-debar ketika ia mengambil tempat di sampingku tanpa malu-malu. Diajaknya aku bicara sesuatu, tapi aku tak mendengar dan merespon hanya dengan senyuman.

"Oke...oke...lebih baik kita bicara dengan bahasa kalbu kalau kau tak mampu mengatakan sesuatu untukku" gerak bibirnya jelas kubaca. Dan akhirnya kami bicara dalam diam. Lama saling berpandangan.

Tapi ternyata, kebersamaanku dengannya hanya berlangsung sementara. Lelaki itu akhirnya datang dan melihat aku bersama pejantan baru, ia marah. Lelaki itu mengamuk dengan melempar sebongkah batu kepada kekasih baruku. Aku hanya bisa pasrah. Tapi aku yakin jantan pengelanaku akan kembali, karena dari sorot matanya, ia diliputi gairah. Sebagai betina kesepian tentu saja aku merasa terbakar asmara.

***
Ternyata dugaanku tak salah. Si Jantan pengelana kembali di malam hari. Seperti seorang pencuri ia mengendap-endap datang kepadaku yang ketika itu sedang menikmati udara malam di teras rumah berteman cahaya rembulan. Aku dan dia dengan insting purbawi mencari tempat yang aman untuk memadu kasih. Kamipun memanjat loteng diam-diam. Tapi  sudah naluri, kami tak bisa diam-diam dalam bercinta. Geradak-geruduk kami membuat si lelaki paruh baya marah di bawah sana. Tapi kami tidak peduli, terus bercinta melepas hasrat purba. Pengalaman pertama yang begitu berkesan. Usai semua itu, si jantan pengelana pergi meninggalkanku.

Kau tahu, si lelaki paruh baya itu keesokan harinya marah padaku. Mata tajamnya menyorotkan benci. Apakah ia merasa terganggu ataukah cemburu? Tapi syukurlah ia tidak menghajarku atau melempar sesuatu. tapi yang jelas semenjak itu ia semakin dingin. Betul-betul dingin tak peduli.

***
Dua bulan sudah berlalu. Perutku sudah semakin besar. Aku juga makin gelisah, bukan karena memikirkan si jantan pengelana yang tidak ada di sampingku bila aku melahirkan benih yang ditanamnya. Bukan. Aku sudah nyaris melupakan dia. Yang kupikirkan adalah tempat untuk melahirkan. Si lelaki paruh baya, semenjak peristiwa tempo hari itu, tidak lagi mengijinkan aku masuk ke dalam rumahnya. Duniaku hanya sebatas halaman dan teras rumah saja. Teganya ia padaku. Terlalu.

Malam itu aku kembali tidur-tiduran di depan rumah. Aku sedikit malas bergerak karena perutku semakin berat. Di antara tidur dan terjaga, aku melihat sesuatu yang bergerak meluncur pelan masuk menyelinap ke dalam rumah. Badannya panjang dan hitam. Aku terlonjak. Seketika itu langsung mencium bahaya. Aku bangkit dan berlari. Itu makhluk berbahaya, tidak saja bagiku, tapi juga bagi si lelaki setengah baya. Tidak! jangan sampai si lelaki dipatuk makhluk itu!

Aku coba menghadang. Si hitam panjang mengangkat kepalanya, marah padaku karena menganggu jalannya. Aku mencoba membuat gaduh, berteriak biar si lelaki itu terbangun. Kupasang kuda-kuda dan mengibaskan kaki. Si Hitam panjang semakin mengangkat kepalanya mencoba untuk menggertakku. Tapi aku tidak surut, terus menghalaunya. Ia pun semakin marah. Aku makin tak peduli. Yang penting ia harus pergi dari sini. Ini bukan teritorialnya.

Kucoba terus menghalaunya. Kepalanya makin siaga. Aku terus merangsek dan berteriak. Ke mana lelaki itu? Mengapa ia tidak terjaga dan keluar melihat apa yang terjadi? Saat aku mencoba terus maju, ia pun melancarkan serangan. Dengan cepat aku berkelit, melompat dan menghindar.

Ia melancarkan serangan lagi, aku terkesiap. Tanpa diduga patukannya mengenai bagian depan tubuhku. Aku pun meradang dan membalas serangan. kami pun bergumul.

Ia membelit tubuhku dan dan mematukku lagi. Aku kalap dan membalas dengan menggigit tubuhnya yang licin. Saat memberi perlawanan aku terus berteriak membuat gaduh. Tapi tubuhnya semakin kuat melilit tubuhku. Aku tak kuasa bergerak dan bernapas dan terus menjerit minta bantuan.

Si lelaki paruh baya itu akhirnya keluar. Tentu saja ia terlonjak kaget melihatku bertarung dengan seekor ular. Dengan cepat ia berbalik dan beberapa detik kemudian kembali dengan sepotong tongkat. Dikibaskannya tongkat itu dengan cepat ke arah kami yang tengah bergumul. Tanpa menunggu kesempatan ia terus melancarkan serangan. Dan saat yang tepat, ujung tongkat itu tepat mengenai kepala si hitam panjang. Belitannya jadi mengendur dan aku berhasil meloloskan diri.

Si lelaki itu tanpa henti terus memukul si hitam panjang yang makin tak berdaya. Bertubi-tubi hingga ular itupun diam tak bergerak dengan kepala yang nyaris hancur.

Aku limbung. Pandanganku mengabur. Seperti ada sesuatu yang melumpuhkan seluruh otot dan aliran darahku. Lelaki itu segera meraih tubuhku dan didekapnya ke dada.

Sepanjang kebersamanku dengannya, inilah pertama kalinya ia membelaiku sembari tergugu dengan wajah penuh penyesalan.  Dalam samar kulihat bibirnya bergerak seakan berkata,

"Kucingku sayang...jangan mati! Kau jangan mati!" ia terisak.


Kesadaranku semakin menghilang, sejurus kemudian aku pun tidak ingat apa-apa lagi...

foto: gettyimages.com

Pepita si Tukang Sapu


Di suatu negeri, hiduplah seorang  gadis kecil bernama Pepita. Ia hidup sebatang kara. Setiap hari ia berkeliling menawarkan jasa sebagai tukang sapu. Sering ia dibayar hanya dengan sepotong roti, sebutir apel, atau ada juga yang mengusirnya. Sebagian mereka begitu pelit mengeluarkan uang, walau pekarangan rumah mereka banyak yang kotor. Penduduk negeri itu terlalu sibuk mengurus pertanian sehingga tak ada waktu untuk membersihkan pekarangan.
            Hari itu, Pepita sudah hampir seharian berkeliling, tapi belum satu pun halaman rumah yang ia bersihkan. Akhirnya ia memutuskan istirahat di pancuran air yang berada di ujung desa. Ketika hendak mencuci muka, ia menemukan sebuah tongkat hitam. Pepita memungut dan menyimpannya dalam kantong yang selalu ia bawa.
          Keesokan harinya, ketika kembali ke tempat itu, Pepita melihat seseorang mondar-mandir seperti mencari sesuatu. Ia bertopi lebar dan memakai jubah hitam panjang hampir menyentuh tanah.
           “Engkau mencari sesuatu?” tanya Pepita. Orang itu kaget dan cepat menutup wajahnya dengan sapu tangan.
            “Kau pasti seorang penyihir,” Pepita menebak.
            “Jangan menuduh sembarangan!”
            “Tapi penampilanmu seperti seorang penyihir.”
            “Ya, aku memang penyihir. Apa kau mau kusihir jadi kodok?”
            “Kau tak bisa melakukannya tanpa tongkat sihir.  Kau pasti sedang mencari tongkat sihirmu yang hilang,”  lalu Pepita mengeluarkan sesuatu dari kantongnya.
            “Aku yakin ini pasti milikmu. Nah, ambillah!”
            Penyihir itu girang bukan main. Ia melompat-lompat dan mengelus tongkat sihirnya seperti menemukan sesuatu yang sangat berharga.
            “Aku menemukannya kemarin. Apa kau sekarang akan menyihirku?”
            “Ah, tentu tidak! Kau anak yang baik. Aku sangat berterima kasih. Siapa namamu?”
            Mereka pun berkenalan. Penyihir bernama Azora itu memberi Pepita sesuatu sebagai ungkapan terima kasih.
            “Sapu? Apakah aku bisa terbang dengan sapu ini?” tanya Pepita lugu.
            “Tentu tidak. Tapi sapu ini sangat berguna karena ini adalah sapu ajaib. Kau bisa membersihkan halaman dalam sekejap.”
            “Aku tak bisa menerimanya. Aku bisa disangka menggunakan sihir,”  Pepita menolak pemberian itu. Akhirnya Azora membisikkan sesuatu. Gadis kecil itu mengangguk dan wajahnya berubah gembira.
            Di alun-alun, orang-orang ramai berkumpul. Seorang utusan Raja Demos sedang membacakan pengumuman penting. Penduduk negeri itu diperintahkan untuk membersihkan pekarangan mereka. Raja rupanya murka melihat penduduknya malas membersihkan rumah. Barang siapa tidak mentaati peraturan itu akan dikenai hukuman. Pepita menarik napas panjang. Ia pun segera pulang. Ia akan menuruti kata si penyihir. Mulai besok ia akan menjual sapu.
            Ternyata setiap orang yang membeli sapu Pepita merasakan sesuatu yang tidak biasa.  Mereka jadi bersemangat. Lihatlah, sekarang mereka jadi rajin hingga tempat tinggal mereka bersih dan rapi. Ketika Raja Demos kembali meninjau rumah penduduk, beliau tampak gembira. Raja pun mengadakan pertemuan dengan penduduk desa untuk memberi penghargaan.
            “Ini semua berkat sapu yang kami pakai, Paduka,”  ujar salah seorang yang hadir. “Sapu buatan seorang gadis kecil bernama Pepita.”
            “Tapi Paduka, pastilah ia seorang penyihir. Kalau tidak, kenapa sapu-sapu yang ia jual terasa lebih enteng sehingga kegiatan menyapu lebih cepat dan mudah?” sahut salah seorang pria setengah tua yang dikenal sebagai pembuat sapu. Semenjak Pepita menjadi pembuat sapu, sapu buatannya jadi tidak laku. “Orang yang membeli sapu Pepita pasti telah kena sihir,” ujarnya  meyakinkan Raja Demos.
            Raja rupanya terpengaruh dan menyuruh utusan untuk memanggil Pepita. Ketika Pepita menghadap Raja, ia pun dimintai keterangan.
            “Yang Mulia, saya hanya seorang penjual sapu. Tempo hari saya mendapat sebuah sapu ajaib dari seorang penyihir bernama Azora karena saya menemukan tongkat sihirnya yang hilang. Setiap helai ijuknya saya ambil dan saya gabung dengan ijuk biasa untuk dijadikan sapu. Bukan kah itu cukup membantu? Lihatlah, sekarang banyak pekarangan rumah yang jadi bersih. Penduduk jadi rajin membersihkan pekarangan rumah mereka.”
            Semua yang hadir terdiam. Masing-masing dalam hati merasa beruntung memiliki sapu buatan Pepita.
            “Apakah Yang Mulia menghukum saya karena itu?”
            “Kamu anak siapa? Mana keluargamu?” tanya Raja lagi.
            Pepita menceritakan siapa dia sebenarnya. Raja pun tersentuh. Ternyata ada anak kecil yang harus bekerja untuk menghidupi diri sendiri. Sebagai seorang Raja, mengapa selama ini ia tidak tahu?
            “Aku punya seorang anak yang sebaya denganmu. Namanya Putri Anabela. Mau kah

kau menjadi teman bermainnya di istana?” ujar Raja Demos memegang pundak Pepita. Pepita mengangguk. Mulai saat itu ia tinggal di istana menemani Putri Anabela. Apa yang dikatakan penyihir itu ternyata menjadi kenyataan. Pepita pun hidup bahagia.

Note: Naskah saya di Bobo edisi 47/th.39/2012

Senin, 22 Februari 2016

Cara cepat Belajar Bahasa Minang (Padang)

Bahasa Minang adalah bahasa yang gampang dipelajari. Banyak kosa kata dalam bahasa Minang yang bertransformasi dengan cara tertentu menjadi kosa kata bahasa Indonesia. Untuk orang di luar Minang, baiklah kita akan melihatnya dari bahasa Indonesia yang bertransformasi dengan cara tertentu hingga terbentuk kosa kata Minang. Dalam penggunaannya dalam kalimat tak akan jauh berbeda.  Jika anda menguasai cara-cara tersebut, dijamin dalam tempo sesingkat-singkatnya anda akan bisa berbahasa Minang, setidak-tidak paham.  Berikut ketentuan umum tersebut:

Sebagian besar kata yang berakhiran ‘a’ dalam bahasa indonesia akan berubah menjadi berakhiran ‘o’ dalam bahasa Minang. Tapi tidak semua ya. Contoh:  ada, siapa, apa, tiba, janda, kaya, raya, iya, rata, bila, nyata, rasa, bahasa, pusaka, mata,  akan menjadi: ado, siapo, apo, tibo, jando, kayo, rayo, iyo, rato, bilo, nyato, raso, bahaso, pusako, mato.

Kosakata minang tidak mengenal huruf kedua penyusun kata berupa huruf ‘e’ , jadi diubah menjadi ‘a’.  Contohnya nanti akan menyusul, tapi ini harus diingat baik-baik.

Akhiran kata-kata yang berakhiran ‘-as’ dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi ‘-eh’. Contoh : balas, kuras, malas, atas, tunas, pintas, batas akan berubah menjadi: baleh, kureh, maleh, ateh, tuneh, pinteh, bateh
Berdasarkan aturan umum ke 2 dan ke3 di atas, maka kata-kata seperti: beras, jelas, keras, lekas, lemas, pedas, tebas, gelas, belas akan menjadi: bareh, jaleh, kareh, lakeh, lameh, padeh, tabeh, galeh, baleh.

Akhiran kata yang berupa ‘-at’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi akhiran ‘ek’, tapi ‘k’ dibaca menggantung seperti  membaca –e’.  Contoh: bulat,  penat, sunat, semat, empat, tempat, kerat, silat, berat, ketupat, dapat, akan menjadi: bulek, panek, sunek, samek, ampek, tampek, karek, silek, barek, katupek,  dapek.

Akhiran kata yang berupa ‘-ing’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iang’ . Contoh: Maling, anjing, pusing, pening, runcing, belimbing, tebing, kering, asing, suling, anting, baling-baling akan berubah menjadi: maliang, anjiang, pusiang, paniang, runciang, balimbiang, tabiang, kariang, asiang, suliang, antiang, baliang-baliang.

Akhiran kata yang berupa ‘-uh’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uah” . contoh: kumuh, basuh, keruh, luruh, guruh, suruh, suluh, runtuh, tujuh, sepuluh menjadi : kumuah, basuah, karuah, luruah, guruah, suruah, suluah, runtuah, tujuah, sapuluah.

Akhiran kata yang berupa ‘-ur’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-ua’. Contoh: kasur, sumur, telur, sayur, mujur, guyur, hancur menjadi: kasua, sumua, talua, sayua, mujua, guyua, (h)ancua.

Akhiran kata yang berupa ‘-uk’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uak’,  tapi ‘k’ dibaca menggantung. Contoh: buruk, beruk, teluk, handuk, busuk, susuk, masuk, suntuk, menjadi : buruak, baruak, taluak, handuak, busuak, susuak, masuak.

Akhiran kata yang berupa ‘-ut’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uik’ tapi ‘k’ dibaca menggantung. Contoh: lutut, semut, kentut, perut, belut, kusut,  susut, kalut  berubah menjadi: lutuik, samuik, kantuik, paruik, baluik,  kusuik, susuik, kaluik.

Akhiran kata yang berupa ‘-us’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uih’. Contoh: lurus, kurus, lulus, terus,  berubah menjadi: luruih, kuruih, luluih, taruih

Akhiran kata yang berupa ‘-ung’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uang. Contoh: Untung, kalung, sarung, terung, gulung, busung, kurung, junjung, berubah menjadi untuang, kaluang, saruang, taruang, guluang, busuang, kuruang, junjuang.

Akhiran kata yang berupa ‘-ih’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iah’. Contoh: putih, kasih, pilih,  sedih, rintih,  berubah menjadi: putiah, kasiah, piliah, sadiah, rintiah,

Akhiran kata yang berupa ‘-ik’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iak. Contoh: itik, bilik, jentik, lentik,  berubah menjadi itiak, biliak, jantiak, lantiak.

Akhiran kata yang berupa ‘-ar’ dalam bahasa Indonesia, akan mengalami penghilangan huruf ‘r’ dalam bahasa Minang. Contoh: pasar, luar, sebentar, benar, antar, datar, akan menjadi: pasa, lua, sabanta, bana, anta, data.

Seperti bahasa Indonesia, bahasa Minang juga mempunyai awalan (prefiks). Awalan ber- , me-, ter-  dalam bahasa Indonesia berubah menjadi  awalan ba-, ma-, ta-,  Contoh: ber-menung, me-manjat, ter-lambat. Akan berubah menjadi ba-manuang, ma-manjek, ta-lambek (lihat aturan transformasi kata di atas). Kata depan (preposition) ke, akan berubah menjadi ka.

Demikianlah sekelumit tentang bahasa Minang. Memang ada kosa kata lainnya yang sama sekali tidak sama dengan bahasa Indonesia.  Seperti kata: Besar, ibu, satu, bagus, uang, celana di mana dalam bahasa Minang menjadi : gadang, mande, ciek, rancak, pitih, sarawa.


Semoga bermanfaat. 

Perjalanan Panjang Seorang Pemuda Menolong Orang yang Tak Dikenalnya


Mungkin sebagian kita menganggap langkah yang diambil oleh Eugene Yoon, pemuda 28 tahun, suatu hal yang aneh. Ia awalnya bekerja di sebuah perusahaan  riset di California Utara. Kehidupan yang nyaman sebetulnya. Tapi ia memutuskan untuk berhenti demi membantu orang yang tidak dikenalnya sama sekali.
Eugene merasa terpanggil untuk melakukan suatu kebaikan. Ia ingin menolong seseorang, tapi ia sendiri tidak tahu, siapa dan apa yang akan ditolongnya. Yang ia tahu ia harus menolong seseorang dan merubah nasib orang itu. Keinginan tersebut terus hinggap di benaknya. Dua bulan ia berusaha menolak karena pemikiran itu terasa aneh hingga secara kebetulan ada sebuah video di halaman facebooknya.
Video seorang pria yang tidak pernah Eugene temui. Pria itu bernama Arthur Renowitzky, pria yang lumpuh kakinya. Arthur lumpuh setelah peristiwa perampokan yang dialaminya delapan tahun lalu. Ia ditembak oleh perampok dan semenjak itu ia menderita kelumpuhan. Dalam video itu Arthur tetap bersemangat dan bersumpah, suatu hari nanti ia akan bisa berjalan lagi.
Setelah Eugene mengetahui hal itu, ia segera menghubungi Arthur dan ingin menolongnya. Yang membuat Anda bertanya adalah, bagaimana cara Eugene menolongnya? Ia pun sebenarnya tidak tahu bagaimana cara menolong Arthur agar bisa berjalan lagi.
Akhirnya, Eugene mempelajari tentang rangka buatan yang bisa membuat orang berjalan lagi. Sayang sekali, harganya $80 ribu atau sekitar 1, o8 milyar rupiah.
Eugene pun berhenti dari pekerjaannya dan mulai mulai melakukan aksi jalan kaki mulai dari perbatasan California-Meksiko hingga Kanada. Sepanjang perjalanan, ia memposting video petualangannya dan mengajak orang menyumbang di media sosial. Hingga, perjalanannya sampai di pertengahan negara bagian Washington, aksi pengumpulan dana itu pun tercapai.
Demi membantu seseorang yang tidak dikenalnya!
Seperti dilangsir dari laman CBSNews, Arthur pun sangat senang sekali.

“Ia berhenti dari pekerjaannya, dan aku berhutang budi padanya karena telah membantuku bisa berjalan kembali. Aku sangat bersyukur punya sahabat seperti dia.”
Ah, mulia sekali hati Eugene Yoon ini, ya?


Foto: CBS News

Kamis, 18 Februari 2016

Ada Cinta di Taman Bunga

Taman yang berlokasi kota Shintomi, prefektur Miyazaki, Jepang, dikunjungi sampai 7 ribu orang pada musim semi akhir Maret hingga April saat bunga Shibazakura mekar membentuk lautan karpet berwarna pink. Sebenarnya ini bukalah taman umum tapi kediaman pribadi Bapak dan Ibu Kuroki. Alasan orang ke sini sebenarnya tidak sepenuhnya untuk melihat hamparan bunga yang indah, melainkan juga karena ada kisah cinta dibalik keberadaan taman.

Dulunya tempat itu berupa peternakan sekaligus rumah bagi pasangan suami istri Kuroki, setelah menikah tahun 1956, mereka memelihara 60 ekor sapi sembari membesarkan 2 orang anak. Sungguh merupakan kehidupan yang berat dengan harapan suatu hari nanti, bila masuk masa pensiun, mereka akan punya uang untuk keliling Jepang.


Setelah 30 tahun menikah, ternyata nasib berkata lain. Ibu Kuroki mengalami masalah dengan matanya, dan tak lama ia tak bisa melihat dengan jelas. Hal ini disebabkan diabetes yang dideritanya.
Tentu saja Ibu Kuroki sedih, ia merasa hidupnya telah berakhir. Ia putus harapan tak akan bisa keliling Jepang mewujudkan impian mereka. Ia mulai menutup diri dari dunia dan mulai mengurung diri. Perubahan sikap Ibu Kuroki membuat suaminya ikut sedih. Ia mulai berpikir kalau mereka dikunjungi paling tidak satu atau dua tamu sehari, pastilah istrinya akan keluar dari kamarnya.

Suatu hari Pak Kuroki melihat bunga Shibazakura  lagi mekar di sebuah taman. Yang membuatnya tertarik tidak hanya keindahannya tapi juga aroma bunga yang memikat. Ia mulai berpikir, seandainya mampu membuat taman yang dipenuhi bunga, istrinya masih bisa menikmati keindahannya, dan orang mungkin datang berkunjung, dan itu bisa membuat istrinya tersenyum lagi.

Menurut Sunny Skyz perlu 2 tahun bagi Pak Kuroki menanam lautan bunga berwarna pink cerah yang mengelilingi rumahnya. Sekarang setelah sepuluh tahun berlalu, taman itu menarik wisatawan dari kota sekitarnya dan bahkan dari luar propinsi. Pengunjung juga berharap bisa bertemu dengan Bapak dan Ibu Kuroki yang sering berjalan-jalan di sekitar taman.


Jika anda berkesempatan berkunjung ke sana saat ini, anda akan melihat Pak Kuroki telah kembali membawa keceriaan di wajah istrinya, dengan bantuan pengunjung dan bunga-bunga.

foto: Sunny Skyz.

The Black Cat


When the garage opened, the morning sunlight rushed in. Before he took the motorbike, his glance captured a black furry creature with sparkling green eyes staring at him. He felt a shock right away.
            He tried to drive it off, but the animal didn’t go away. It was more cautious and showing off its canine teeth. Its ball eyes were full of intimidation. He immediately turned around to pick up the stick. But when he was back, the animal was gone! He searched it every corner, even behind a stack of miscellaneous items near the wall, but it couldn’t be found. Where was it? He was incredulous. A thinking came to his mind. Nah! He neglected it. It must be a real one which incidentally lost into the garage. But wait a minute! If the cat was real, why did it come and go instantly? Surely he saw it because in these two days, he was the one opened the garage. His parents were out of town, and Mr. Andy, the house keeper didn’t have the key.  He remembered when he cleaned up the motorbike two weeks ago. The engine felt so hot in spite of the fact that he didn’t ride it for a day. How come? And The next happened a week ago. He saw himself as he slept. When he woke up, strange feeling covered his mind. Was it a dream or he got superstition? And now, a black cat suddenly appeared and vanished in second in the garage. Three weird incidents in a month! Was this house haunted?
***
            “I never experience something strange since we have been living here,” said Mr. Andy after sipped his coffee. “I would rather enjoy living here. Why do you ask?”
            “Nothing.”
            “Something happen to you?”
            Fino told him about the things he experienced. He hoped the old man believed it.
            “It’s really weird. Hopefully, it’s nothing to do with hearsay told by neighbours.
            “What hearsay?”
            “This place is eerie at night, especially near the cross street. There is an old cemetery. Mysterious incidents frequently happened when the vehicle passing by.”
            “Such as?”
            “Engine problems. A part of dwellers have ever seen a black spectre.”
            “Really? Is that true?”
            “That’s what neighbour said.”
            “Is there anything to do with what happened to me?”
            “Who knows the spirit roam around here!”
            “Don’t be kidding!”
            Mr. Andy forced a mocking smile to see Fino scary face.
            “Don’t worry! It’s no big deal as long as it doesn’t bother us,” said Mr. Andy calmed him down.
            “No bother? I’ve been bothered three times!”
            The old man was shut up.
***
            Fino didn’t sleep that night. He was distraught by what Mr. Andy said. Though he tried so hard to close his eyes, he couldn’t fell into sleep. It was 00.45 AM. As he faced to the left, unintentionally his eyes scanned something on his wardrobe. A shadow of black furry creature was gazing at him. He flinched. Before he thought to do something, the cat grinned, ready to attack him. Fino yammered right away.
            “The black cat! Here is the black cat on my wardrobe!” sound of yanked door broke the stillness of the night made his parents woke up and dashed to see what happened.
            “What the hell is going on?” his dad said surprisingly to see Fino scared so much. He gasped and mumbled.
            “That is the black cat on my wardrobe!”
            “Cat? You, afraid of a cat?” He disbelieved.
            “The cat trying to attack me! You’d better see!”
            “Where is it?”
            “Right there! Its canine teeth and claws are sharp.”
            But there was nothing except a stack of magazines and old newspapers.
            “Where is it?” His tone changed. “No cat on it. You can see it, can’t you?”
            It’s unbelievable. He just saw it. He looked everywhere, even under his bed. It’s nothing.
            “But I saw it, Dad!”
            “If you had seen it, it would have been here!”
            Fino was speechless. The fear turned confusion. His dad couldn’t help his chagrin. For a second he took a deep breath.
            “I don’t get you, boy! You’re screaming in the middle of the night because of...a pussy? What a bizarre behaviour!”
            “The cat want to attack me!”
            “Bullshit! Never hear a cat attack a man!”
            “I swear! That’s what exactly happen!”
            “But where is the animal?”
            Fino spoke nothing. He was unable to explain it.
            “You have to know, kid! I don’t wanna have a coward son! I don’t wanna hear your ridiculous explanation, either. Now, I just wanna sleep. No more scream. No more cat tonight!” his dad turned around. His mom tapped his shoulder gently tried to calmed him down. He was drooped off. How come the cat vanished at once? Was it only his imagination?
***
            “Why are you in a hurry?” said Sam without turned his face from the computer screen.
            “Right. Let’s have a break. Sam, do you have the latest CD game?” said Steve walked toward TV cabinet.
            “Our group assignment is done. So, I can go home. ”
            “What’s your problem? You’ve got a motorcycle. No big deal whenever you come home,” replied Sam switched on the printer and put the papers into it. Fino was indifferent. He took his books and put them into his satchel. Once again, he looked up the wall clock. Something in his mind he didn’t tell to his friends that he was a little bit scare to pass the murky street which most of the bushes instead of houses along it’s both sides. Even he had to pass  an eerie old cemetery.
            “I am going home now!” he stepped out of the room.
            “Good riddance to you!” said Steve.
            “Whatever you say, guys!” he kept going to the front door.
            Twenty minutes later, he was on the  high way which passed by many loaded big trucks. The light was so dim that he had to be more careful. At last, the motorbike turned left entering a  gravel street to his homeward. It was the first time he homed rather late at night and found the street so empty.  He remembered what Mr. Andy said. A regret compounded his mind, why he heard the scary hearsay.
            A crescent moon hung in the dark sky. Its gloomy light made a creepy atmosphere. Or was it his feeling? Every time his body shaking as  the wheels rolled on uneven surface or small holes, a regret came up. Why had moved here?
            The closer to the old cemetery, the faster his heart beat. He lulled himself. What kind of a man he was if he had no guts to pass the eerie place. Nothing gonna be happening.  No body throttled by a ghost. All he knew, a people scared to death.
            The cemetery was nearer. Look! Everything was all right and finally he passed it without obstacle. He didn’t yet soothe. Suddenly, from the bushes a black shadow jumped out. A black cat hindered his way. Fino was shocked right away. His hand immediately drew a gas deeper. The motorbike jumped in the air and he smashed to the ground. Then, everything came dark.
***
            “Help! There is somebody falling from motorbike!” A voice heard from a distance. A minute later,  many people came and a throng formed. They rimmed a bleeding person on the ground.
            “O my God! He is Fino! A young man who newly live at the end of the street!”
            Fino was stunning to hear his name mentioned. He dashed into the crowd and jostled to see what happened. To see himself lying on the ground, he panicked. What the hell was going on? Wasn’t he just on the way home riding his motorbike? Suddenly he realized the weird incidents happened to him. The motorbike, the dream, and the black cat... No! No! Nooo! He tried to deny it.

            “Look! He is still alive! He is still breathing!” A voice heard in his ear. The people were together raised and took the body to a nearby hospital. Meanwhile, Fino was struggling to get conscious.

Note:
This fiction was published in Story Mag ed 29