Rasa-rasanya bisa dibilang tak ada orang Indonesia yang tidak
kenal dengan makanan asli Indonesia berupa kerupuk, dodol, tempe, dan singkong.
Saya pribadi sedari kecil akrab dengan makanan ini. Selain enak, mudah
diperoleh, juga harganya murah.
Kerupuk jenisnya bermacam-macam, terbuat dari bahan dasar
tepung tapioka dengan bahan lainnya, menjadi camilan atau pelengkap makan nasi
dengan rasa renyah, kriuk-kriuk. Bagi masyarakat di pulau Jawa, terdapat
kebiasaan makan dilengkapi kerupuk.
gambar 1 |
Dodol berupa camilan yang berasa manis, bertekstur lunak,
kenyal, dan lengket, terbuat dari campuran ketan, santan, dan gula aren. Dodol juga
bisa ditambahi nenas atau kentang. Di hampir setiap daerah di Indonesia punya
nama masing-masing. Di Sumbar, terdapat makanan menyerupai dodol yang bernama
gelamai. Tapi yang terkenal memang dodol Garut. Ada hari-hari perayaan tertentu
di mana dodol mendapat tempatdan disuguhkan pada tetamu yang datang.
gambar 2 |
Tempe, makanan khas Indonesia yang sudah mulai mendunia karena
kandungan gizinya yang tinggi. Dibuat dari kedelai melalui proses peragian. Tempe
diolah jadi berbagai makanan seperti lauk ataupun camilan seperti keripik atau
gorengan. Enaknya di makan saat santai ditemani segelas teh hangat. Saya berani
taruhan, sebagian besar rakyat Indonesia pasti menggemari tempe.
gambar 3 |
Singkong adalah umbi yang tinggi kandungan karbohidratnya.
Tanaman ini mudah tumbuh dan bisa diolah menjadi berbagai macam makanan. Bisa
dibikin keripik, digoreng, atau dibikin kolak. Direbus pun enak dengan
penambahan gula dan parutan kelapa.
Deskripsi di atas menjelaskan secara ringkas betapa makanan
seperti kerupuk, dodol, tempe, dan singkong secara kultural sudah menjadi
bagian dari masyarakat Indonesia. Makanan tersebut telah mengisi perut-perut
orang Indonesia dengan kata lain mereka turut menghidupi kita. Seharusnya kita bersyukur dan
menghargai punya makanan khas yang digandrungi lidah orang-orang Indonesia ini.
Saya menggunakan kata seharusnya,
berarti kita secara faktual belum bersyukur dan menghargai makanan tersebut.
Saya tidak mengada-ada. Banyak di antara kita tanpa sadar telah menurunkan
derajat makanan tersebut dengan mengasosiasikan makanan tersebut dengan
kondisi/ perilaku buruk manusia.
Orang yang gampang menyerah, sering patah semangat, dan tak
mampu mengatasi cobaan hidup, seringkali dicap orang yang bermental kerupuk.
Sifatnya seperti kerupuk. Sedikit saja kena angin sudah lembek, apalagi kena
siraman air, langsung lemes.
Orang yang berpikir bodoh, seringkali
dicap dodol. Banyak yang menggunakan kata dodol untuk mengejek orang lain
ataupun menertawakan diri sendiri. Ini
saya tidak habis pikir, kenapa dodol, makanan manis dan enak ini sering
diasosiasikan dengan kebodohan seseorang. Apakah orang yang pintar disebut
berotak encer, orang yang bodoh, maka berotak kenyal-kenyal seperti dodol?
Orang yang tak bersikap tegas dan sering dilecehkan dicap
bermental tempe. Tempe dalam pembuatannya memang diinjak-injak dengan kaki,
sehingga sering diasosiasikan dengan sikap orang yang rela dan pasrah
dilecehkan oleh pihak lain. Atau orang yang gampang berubah pendirian maka
dilontarkan ejekan ‘sore kedelai esok tempe’.
Begitu juga dengan singkong. Singkong seringkali dianggap
makanan masyarakat kelas bawah, yang lemah secara ekonomi, dan orang-orang
tersebut dicap anak singkong. Sebutan ini bahkan populer lewat lagu yang
dinyanyikan oleh Bill Broad (Ari Wibowo) tahun 80-an.
Saya tidak habis mengerti kenapa makanan-makanan tersebut seringkali
diasosiasikan dengan perilaku yang buruk/ negatif untuk mengejek atau
menertawakan pihak lain. Kerupuk, dodol, tempe, dan singkong adalah makanan
khas Indonesia. Sudah selayaknya kita menghargainya. Tapi yang terjadi kita
malah menggunakan makanan tersebut untuk mengejek orang lain. Ini kan aneh?
sumber images:
0 komentar:
Posting Komentar