Apa Sih, Yang Tak Bisa Dilakukan Demi Cinta

Demi cintanya, Jamie Nieto melakukan keajaiban pada saat hari pernikahannya. ia mampu menggerakkan kakinya yang lumpuh!

Pelayan yang Baik Hati dan Laki-Laki Tua Bertangan Buntung

Pelayan restoran cepat saji ini sungguh berhati mulia. Apa yang ia lakukan mendapat pujian dari netizen di seluruh dunia.

Gelandangan yang Menjadi Pahlawan

Meski gelandangan, wanita ini telah menyelamatkan sebuah toko kosmetik dari kemalingan. Ia pun mendapat banyak simpati dari netizen

Dahulu Baralek, Sekarang Pesta

Banyak perbedaan yang kita temui dalam acara baralek atau yang disebut pesta antara Zaman dahulu dengan Zaman sekarang. Apa saja perbedaan itu, yuk, disimak artikelnya.

Anda Pasti Terharu, Mengapa Pemilik Restoran Ini Menutup Usahanya

Dia adalah laki-laki istimewa dan sangat disayangi para pelanggan. Sesuatu tiba-tiba mengubah jalan hidupnya. Yuk, kenalan dengan dengan sosok yang bernama Tim Harris ini

Tampilkan postingan dengan label Minangkabau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Minangkabau. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Juli 2017

Cara Unik Memetik Kelapa di Pariaman

Di Sumatera Barat khususnya di Pariaman, beruk (baruak) dipekerjakan sebagai pemetik kelapa. Biasanya si Ajo si pemilik beruk akan berkeliling kampung naik sepeda atau motor  dengan beruk  duduk di stang, berkeliling menawarkan jasanya dari satu kampung ke kampung lainnya. Waktu saya ke Pauah Kamba, Pariaman, tempo hari, pernah melihat  seorang Ajo keliling kampung menawarkan jasa memetik kelapa. Si beruk dengan gagahnya nangkring di atas stang motor.

Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat memang dikenal sebagai sentra penghasil kelapa. Hampir seluruh wilayahnya ditumbuhi pohon kelapa.  Pohon kelapanya tinggi menjulang hingga beresiko untuk dipanjat oleh manusia. Oleh sebab itu orang-orang di sana memberdayakan beruk. Saya kira itu bukan  bentuk eksploitasi karena sudah sifat orang minang barangkali, tidak mau mengambil pekerjaan yang beresiko tinggi. Jadi kalau beruk yang di suruh memetik kelapa, sudah merupakan natural habitnya. Tinggal melatihnya untuk bisa menuruti perintah sang Tuan memetik kelapa yang tua.

Saya pernah bertanya pada mintuo (bini mamak) orang Pauah Kamba, tentang beruk pemetik kelapa. Katanya untuk setiap 1 buah kelapa yang dipetik, upahnya 200 rupiah ( tak tahulah apa sekarang sudah naik). Seekor beruk mampu memetik buah kelapa hingga ratusan. Kalau bisa memetik 500 kelapa sehari, si Ajo bisa membawa pulang uang 100 ribu. Bahkan bisa lebih kalau beruknya terlatih.

Kondisi geografis Pariaman memang terletak di kawasan pesisir pantai Sumatera. Tiap kali ke sana, saya terkagum-kagum karena banyaknya pohon kelapa di mana-mana. Di halaman rumah, di parak-parak (kebun), selalu saja ditumbuhi pohon kelapa. Bahkan saya sempat berseloroh, mungkin lebih banyak pohon kelapa di Pariaman daripada jumlah penduduknya. Bahkan konon pernah saya dengar, pemda setempat bakal menerapkan pajak bagi pemilik pohon kelapa. Tak tahulah, apakah penerapan pajak kelapa itu berlaku atau tidak. Karena itulah, profesi pemungut kelapa masih bertahan sampai sekarang. Beruk-beruk tersebut diperjualbelikan dan “ditraining’ untuk terampil membedakan dan memetik buah kelapa. Harga beruk di pasaran dijual dari ratusan ribu sampai jutaan. Beruk betina lebih disukai karena  penurut dan tak suka melawan.

Pernah sekali saya melihat aksi beru memetik kelapa. Si beruk dikalungi tali oleh tuannya, dan disuruh memanjat Kelapa. Di puncak pohon, baruak tersebut dengan lincah memelintir kelapa tua dengan kaki dan tangannya. Seahli seorang Rambo memelintir kepala tentara Vietkong. Dari bawah, si Ajo mengendalikan baruak itu pakai tali. Istilahnya “remote control’.

Sekali lagi, saya tak menganggapnya ini bentuk eksploitasi karena saya melihat beruk pemetik kelapa ini sehat-sehat dan besar-besar. Bulu-bulunya halus seperti bulu kucing peliharaan. Tampangnya juga sangar. Bagi saya orang awam agak ngeri dekat-dekat. Sekali menyeringai takutlah awak dibuatnya. Jadi berkesimpulan beruk tersebut dipelihara dengan baik oleh tuannya, karena mereka tahu, beruk tersebut adalah sumber penghasilannya.


Saya juga pernah baca di koran beberapa tahun lalu, ada kejadian seekor beruk pemetik kelapa menyerang tuannya sampai mati karena si beruk ini mengamuk karena tuannya marah-marah dan terlalu memforsir tenaganya. Jadinya ia melawan. Bila merasa dieksploitasi, baruak juga bisa protes dan melawan. Kalau tak bisa melawan paling juga stress dan akhirnya gantung diri. Yang rugi toh si Ajo pemilik beruak.
Yuk, lihat aksi si beruk

artikel ini pernah dipublikasikan di sini

Jumat, 11 Maret 2016

Mengintip Sarapan Pagi yang Disukai Orang di Padang

sepiring lontong sayur memulai hari (travelmatekamu.com)

Boleh jadi tiap daerah punya menu sarapan pagi yang disukai masyarakatnya. Di Jakarta  misalnya, nasi uduk, bubur ayam, bubur kacang ijo, kupat tahu/ ketoprak, atau nasi goreng,  menjadi pilihan sarapan  sebelum memulai aktifitas. Tak perlu membuat sendiri karena ada banyak yang jualan.

Di Padang atau daerah lain di Sumatera Barat,  menurut pengamatan saya, masyarakatnya lebih menyukai lontong sayur sebagai sarapan sebelum beraktifitas. Setiap pagi, baik di jalan perumahan maupun di pinggir jalan raya, mudah ditemui orang jualan lontong sayur.  Menu yang bisa dipilih ada tiga, yakni gulai cubadak (nangka), gulai tauco/ toco atau buncis, dan gulai paku (pakis). Selain itu, ada juga lontong pical. Lontong pical ini adalah rebusan beberapa sayuran yang terdiri dari kangkung, kacang panjang, kol, tauge, timun, dan mie yang disiram kuah kacang.
penampakan lontong pical (masakanminangkabausaisuak.blogspot.co.id)

Bicara mana yang  paling disukai, tergantung selera masing-masing. Ada yang suka gulai cubadak saja, ada yang suka gulai tauco saja, atau gulai paku saja, atau campuran ketiganya. Biasanya kita yang menentukan sendiri mau lontong dengan gulai apa.

Lontong tidak dibungkus dengan daun pisang tapi menggunakan ketupat. Jadi,  di Jakarta atau di Jawa mungkin namanya ketupat sayur, tapi di daerah Minang namanya lontong sayur. Ada juga lontong yang dibuat dengan menggunakan  plastik. Lontong ini lebih praktis dan mudah membuatnya, cukup memasukkan beras ke dalam plastik sepertiganya dan ditusuk di beberapa bagian agar memudahkan air masuk ke dalam plastik, dan kemudian dimasak dalam panci yang telah berisi air kurang lebih 2-3 jam.

Satu hal yang membedakan lontong sayur khas Padang adalah kerupuk merahnya. Kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka ini membuat tampilannya lebih menarik dan menggoda. Kerupuk ini juga menghiasi penampilan lontong pical dan soto padang. Padahal dari segi rasa, kerupuk merah ini rasanya biasa saja (Gibran mode on). Menurut saya sih, enakan kerupuk udang. Tapi kalau nggak ada, rasanya gimana gitu, serasa ada yang kurang.

Selain kerupuk merah, sebagai tambahan juga ada keripik balado. Biasanya ini sebagai pilihan dan dijual terpisah. Nggak mahal, harga perbungkusnya seribu atau dua ribu saja. Tapi jangan disamakan dengan keripik balado yang sering jadi oleh-oleh dari ranah Minang, ya. Beda bentuk dan rasanya.

Satu hal lagi yang tidak ketinggalan dan menjadi perhatian saya selama ini, hampir semua penjual lontong sayur menyediakan bakwan  dan sala lauak. Bakwan ini bisa dimakan terpisah, baik sebagai camilan atau bisa juga ditambahkan pada lontong sayur atau lontong pical.

Ada sedikit variasi dalam penyajian dan bisa di-request, yakni penambahan mie goreng dan kuah kacang pada menu yang dipesan. Ini tidak menyebabkan kenaikan harga tapi justru menambah rasanya semakin enak.  Saat menyeruput kuah gulai yang gurih ada sensasi kacang terasa di lidah. Kalau mau sedikit spesial, ya, ada tambahan telur rebus juga.

Last not but least, akhir-akhir ini ada trend saya lihat, orang yang jualan lontong sayur pada malam hari. Di depan warungnya, sengaja ditulis pengumuman “SEDIA LONTONG MALAM”. Selidik punya selidik, ternyata lontong malam ini sama aja dengan lontong yang dijual pada pagi hari, beda waktunya saja.

Itulah sekelumit  mengenai sarapan pagi yang disukai di ranah Minang. Bukannya nggak ada jenis sarapan lainnya. Masih ada penjual bubur kacang ijo (di Padang namanya bubur kacang padi!), bubur palito, bubur kampiun, bubur ayam, tapi nggak banyak yang jualan, jauh lebih mudah menemui penjual lontong sayur. Di satu ruas jalan bisa saja ditemui lebih dari tiga penjual lontong sayur. Itu artinya lontong sayur menjadi primadona sarapan pagi bagi masyarakat Padang dan sekitarnya yang masih mencintai selera lokal.

Selasa, 01 Maret 2016

Dahulu Baralek, Sekarang Pesta

Sepertinya sekarang ini tiada hari Minggu tanpa pesta/ hajatan perkawinan atau yang lazim disebut baralek. Dalam satu ruas jalan atau satu kawasan pemukiman, bisa jadi terdapat satu atau lebih rumah yang menggelar hajatan ini. Belum lagi kawasan lain. Tak percaya? Silakan jalan-jalan keliling kota di hari Minggu. Dengan mudah dilihat adanya tenda-tenda pesta dan umbul-umbul (marawa) yang dipasang sebagai penanda.
Masih ingat nggak, ini siapa yang baralek?


Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi, kita terkadang mendapat lebih dari satu undangan pesta perkawinan yang jatuh pada tanggal dan bulan yang sama, entah itu dari sahabat, kerabat, atau relasi. Semakin luas ruang lingkup dan pengaruh seseorang, semakin sering mendapat undangan perkawinan. Rupa-rupanya hari baik bulan baik menggelar pesta perkawinan, berlangsung seluruh Sabtu/Minggu sepanjang tahun, kecuali bulan Ramadhan. Secara guyonan, stok pemuda/pemudi yang mau menikah berlimpah ruah di negeri ini. Secara serius bisa diartikan, menikah merupakan tanggung jawab sosial bagi setiap individu yang memenuhi syarat untuk meneruskan generasi berikutnya demi pelestarian umat manusia. Bukankah dalam agama juga diperintahkan untuk segera menikah bila sudah mampu baik biologis, psikologis, dan finansial?

Lain Bengkulu lain Semarang, lain dahulu lain sekarang. Pesta/ baralek pun turut mengalami perkembangan zaman. Perkembangan ini terjadi akibat bergesernya sudut pandang. Tulisan ini hanya akan membahas perbedaan beberapa elemen yang ada dalam acara baralek di mana dahulu tidak biasa, sekarang menjadi kelaziman, dan sebaliknya, dahulu suatu kelaziman sekarang kalau dipraktekkan mungkin menjadi suatu keanehan.

Dahulu dalam mengundang tetangga, kerabat, handai taulan untuk datang baralek, pihak yang punya hajat menggunakan bahasa lisan, kaum ibu menyodorkan sirih, kaum bapak menyodorkan rokok. Apabila sirih dikunyah dan rokok dihisap oleh yang menerima, berarti mereka dengan senang hati menerima undangan tersebut. Seiring Zaman, budaya nyirih sudah ditinggalkan karena ibu-ibu sekarang lebih senang ngemut permen, dan bapak-papak  tak lagi banyak merokok, maka mengundang pun beralih cara. Sirih berganti permen. Cara lisan berganti tulisan yakni dengan menggunakan kartu undangan.

Kalau dahulu alek diadakan di rumah gadang. Tetangga dan kerabat dekat pun berdatangan membantu mempersiapkan jamuan/ hidangan. Mereka saling bantu memasak, menyiangi bawang, menggiling cabai, memotong sayuran dan lainnya. Terjadi interaksi satu sama lain dalam suasana kekeluargaan. Di sana terlihat mana yang ikhlas mana yang pemalas. Sekarang sudah berubah. Budaya gotong royong  sudah terkikis dengan sikap individualis. Tak mau merepotkan apalagi direpotkan. Baralek di gedung menjadi pilihan. Kalau tidak di hotel, ya, di gedung pertemuan. Kalau diadakan di rumah, jasa katering pun menjadi andalan, lengkap dengan pramusajinya sekalian. Perjamuan tidak lagi dengan secara bajamba, di mana hidangan tersusun di lantai dialasi kain putih panjang, dan makan menggunakan tangan. Sekarang lebih praktis, secara prasmanan atau french dinner. Ambil sendiri, duduk di meja kursi yang telah disediakan dan makan menggunakan sendok dan garpu.

Era rumah gadang memang sudah berlalu. Rumah sekarang memang banyak yang kecil-kecil  sejenis tipe 21 atau 36. Kalau penghuni rumah tipe ini mengadakan hajatan, penempatan pelaminan jadi masalah karena tempat bersanding mempelai jelas makan tempat. Orang pun mengakali dengan men-setting pelaminan di luar ruangan. Dahulu letak pelaminan mesti di dalam rumah dan menghadap pintu depan. Ini punya filosofis tersendiri. Artinya, mempelai pria sebagai pendatang diterima sebagai urang sumando di rumah itu, akan tetapi ia hanya boleh terlibat untuk urusan luar, bukan untuk urusan internal keluarga besar. Pandangan sikapnya sama saat ia bersanding di pelaminan menghadap ke luar.
(foto 2) Pesta perkawinan Anak zaman Sekarang


Tapi sekarang ini, pelaminan di halaman rumah atau di garasi pun menjadi lumrah. Selumrah mengokupasi jalanan untuk mendirikan tenda. Khalayak umum diminta maklum, kalau perlu memutar jalan.

Warna-warna ornamen pelaminan dan pakaian kedua mempelai pun dahulunya hanya didominasi oleh warna-warna tertentu alias ada pakemnya. Berhubung sekarang zaman keterbukaan, terbuka terhadap inovasi dan ekspresi, pilihan warna dan bentuk berdasarkan preferensi bahkan kreasi sendiri. Dahulu, sunting di kepala Anak daro, menggunakan anakan batang pisang yang diikat ketat dengan rambutnya. Pada batang pisang tersebut ditancapkan sunting yang terbuat dari logam. Tak sedikit rambut yang rontok akibat pemasangan ornamen tersebut. Sekarang tinggal bongkar pasang. Gampang.

Tentu tak asyik, kalau pergi kondangan hanya datang, makan dan salaman dengan pengantin, kemudian pulang. Hiburan harus ada. Hiburan yang paling lazim yakni orgen tunggal. Sekarang tidak terlihat lagi alat musik tradisional seperti perangkat talempong, saluang, dan sejenisnya. Dengan orgen tunggal, semua jenis musik bisa dimainkan. Pop, dangdut, melayu, kasidah, dan sebagainya. Selain dari penyanyi yang memang sudah disediakan oleh grup orgen, para undangan pun bisa menyumbang lagu unjuk kebolehan.Kapan lagi bisa pamer suara merdu di depan orang banyak?
Bingung memberikan kado apa? Tak usah repot-repot. Bukan zamannya lagi memberikan kado spesial.
(foto3) Makan Bajamba


Pada zamannya, kado adalah kenang-kenangan untuk kedua mempelai dalam rangka memulai hidup baru. Jadi isinya kebanyakan adalah peralatan rumah tangga. Tapi karena banyak yang nggak kreatif dan selektif dalam memberi, sering dijumpai isi kado  yang sama hingga jadi mubazir.
Sekitar akhir 80-an dan awal 90-an Anda mungkin pernah mendapat kartu undangan pesta perkawinan yang bertuliskan,

“Tanpa mengurangi rasa hormat kedua mempelai, alangkah baiknya tanda kasih yang diberikan tidak dalam bentuk karangan bunga, ataupun berbentuk benda.”

Semenjak itu era kado mulai berakhir. Sekarang cukup dengan uang yang dimasukkan ke dalam amplop, dan setelah mengisi buku tamu, tinggal memasukkannya dalam kotak sumbangan yang telah disediakan. Kotak ini ada yang seperti meja yang ditutup kain, dan ada yang berdesain miniatur rumah adat Minang.  Acara buka kado usai pesta pun berganti menjadi penghitungan hasil saweran dengan atmosfer tak kalah mendebarkan. Kira-kira balik modal nggak ya?

Para undangan pun akan mendapat souvenir kecil sebagi tanda terima kasih. Nah, ini serunya. Souvenir ini bisa bermacam-macam. Bisa kipas, sumpit, keramik kecil, tempelan kulkas, tempat tisu dan sebagainya. Bahkan ada sovenir yang hanya berupa permen dan tusuk gigi. Mungkin maksud yang punya hajatan, agar tamu undangan tak repot-repot mencari tusuk gigi setelah makan-makan.

Satu lagi yang sudah menjadi trend dalam pesta perkawinan zaman sekarang adalah papan karangan bunga. Banyaknya papan karangan bunga menunjukkan siapa yang punya hajat. Semakin banyak koneksi dan relasi, akan semakin banyak papan karangan bunga yang diterima. Pernah lihat, kan, pesta perkawinan papan karangan bunganya meluber memenuhi kiri–kanan jalan? Kalau banyak begitu, pasti tak akan dibaca atau diperhatikan lagi oleh tamu yang datang. Soalnya sudah bingung duluan.  Kalau satu karangan bunga harganya 500 ribu, lima puluh karangan bunga bisa ditaksir senilai 25 juta. Hm, mubazir? Tergantung! Tergantung sudut pandang dan kepentingan.

Ya, begitulah acara baralek yang setiap Minggu selalu saja ada di sudut-sudut kota ini. Supaya Anda tidak salah tuju, sebaiknya pantengin dulu foto pre-wedding pengantin yang berukuran besar yang terpampang di depan pintu masuk, benar tidak orangnya? Sungguh tidak lucu setelah mengisi buku tamu dan menghabiskan hidangan dan mau bersalaman dengan pengantin, baru menyadari ternyata anda salah alamat.


Merayakan pernikahan momen yang penting dalam lintasan sejarah hidup anak manusia. Hajatan digelar untuk pemberitahuan pada khalayak bahwa sepasang insan  telah terikat tali suci perkawinan. Ucapan selamat dan doa restu pun disampaikan, semoga kedua pengantin membentuk keluarga Sakinah Mawadah dan wa Rahmah. Apapun pergeseran-pergeseran yang terjadi semata-mata karena perbedaan sudut pandang manusia  yang mengisi zaman itu. Karena itulah, ada yang bilang, kalau hajatan perkwinan zaman dahulu disebut baralek, sekarang disebut pesta. Prosesi baralek penuh dengan simbol/ makna, sedangkan pesta lebih bersifat pragmatis  yang terkadang hedonis. Ajang pamer segala sesuatu. Ini sesuai dengan ungkapan, silang nan bapangka karajo nan bapokok. Pokoknya mesti pamer, entah itu pakaian, perhiasan, gandengan, status, dan sebagainya.

sumber foto:

Senin, 22 Februari 2016

Cara cepat Belajar Bahasa Minang (Padang)

Bahasa Minang adalah bahasa yang gampang dipelajari. Banyak kosa kata dalam bahasa Minang yang bertransformasi dengan cara tertentu menjadi kosa kata bahasa Indonesia. Untuk orang di luar Minang, baiklah kita akan melihatnya dari bahasa Indonesia yang bertransformasi dengan cara tertentu hingga terbentuk kosa kata Minang. Dalam penggunaannya dalam kalimat tak akan jauh berbeda.  Jika anda menguasai cara-cara tersebut, dijamin dalam tempo sesingkat-singkatnya anda akan bisa berbahasa Minang, setidak-tidak paham.  Berikut ketentuan umum tersebut:

Sebagian besar kata yang berakhiran ‘a’ dalam bahasa indonesia akan berubah menjadi berakhiran ‘o’ dalam bahasa Minang. Tapi tidak semua ya. Contoh:  ada, siapa, apa, tiba, janda, kaya, raya, iya, rata, bila, nyata, rasa, bahasa, pusaka, mata,  akan menjadi: ado, siapo, apo, tibo, jando, kayo, rayo, iyo, rato, bilo, nyato, raso, bahaso, pusako, mato.

Kosakata minang tidak mengenal huruf kedua penyusun kata berupa huruf ‘e’ , jadi diubah menjadi ‘a’.  Contohnya nanti akan menyusul, tapi ini harus diingat baik-baik.

Akhiran kata-kata yang berakhiran ‘-as’ dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi ‘-eh’. Contoh : balas, kuras, malas, atas, tunas, pintas, batas akan berubah menjadi: baleh, kureh, maleh, ateh, tuneh, pinteh, bateh
Berdasarkan aturan umum ke 2 dan ke3 di atas, maka kata-kata seperti: beras, jelas, keras, lekas, lemas, pedas, tebas, gelas, belas akan menjadi: bareh, jaleh, kareh, lakeh, lameh, padeh, tabeh, galeh, baleh.

Akhiran kata yang berupa ‘-at’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi akhiran ‘ek’, tapi ‘k’ dibaca menggantung seperti  membaca –e’.  Contoh: bulat,  penat, sunat, semat, empat, tempat, kerat, silat, berat, ketupat, dapat, akan menjadi: bulek, panek, sunek, samek, ampek, tampek, karek, silek, barek, katupek,  dapek.

Akhiran kata yang berupa ‘-ing’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iang’ . Contoh: Maling, anjing, pusing, pening, runcing, belimbing, tebing, kering, asing, suling, anting, baling-baling akan berubah menjadi: maliang, anjiang, pusiang, paniang, runciang, balimbiang, tabiang, kariang, asiang, suliang, antiang, baliang-baliang.

Akhiran kata yang berupa ‘-uh’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uah” . contoh: kumuh, basuh, keruh, luruh, guruh, suruh, suluh, runtuh, tujuh, sepuluh menjadi : kumuah, basuah, karuah, luruah, guruah, suruah, suluah, runtuah, tujuah, sapuluah.

Akhiran kata yang berupa ‘-ur’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-ua’. Contoh: kasur, sumur, telur, sayur, mujur, guyur, hancur menjadi: kasua, sumua, talua, sayua, mujua, guyua, (h)ancua.

Akhiran kata yang berupa ‘-uk’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uak’,  tapi ‘k’ dibaca menggantung. Contoh: buruk, beruk, teluk, handuk, busuk, susuk, masuk, suntuk, menjadi : buruak, baruak, taluak, handuak, busuak, susuak, masuak.

Akhiran kata yang berupa ‘-ut’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uik’ tapi ‘k’ dibaca menggantung. Contoh: lutut, semut, kentut, perut, belut, kusut,  susut, kalut  berubah menjadi: lutuik, samuik, kantuik, paruik, baluik,  kusuik, susuik, kaluik.

Akhiran kata yang berupa ‘-us’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uih’. Contoh: lurus, kurus, lulus, terus,  berubah menjadi: luruih, kuruih, luluih, taruih

Akhiran kata yang berupa ‘-ung’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-uang. Contoh: Untung, kalung, sarung, terung, gulung, busung, kurung, junjung, berubah menjadi untuang, kaluang, saruang, taruang, guluang, busuang, kuruang, junjuang.

Akhiran kata yang berupa ‘-ih’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iah’. Contoh: putih, kasih, pilih,  sedih, rintih,  berubah menjadi: putiah, kasiah, piliah, sadiah, rintiah,

Akhiran kata yang berupa ‘-ik’ dalam bahasa Indonesia, berubah menjadi ‘-iak. Contoh: itik, bilik, jentik, lentik,  berubah menjadi itiak, biliak, jantiak, lantiak.

Akhiran kata yang berupa ‘-ar’ dalam bahasa Indonesia, akan mengalami penghilangan huruf ‘r’ dalam bahasa Minang. Contoh: pasar, luar, sebentar, benar, antar, datar, akan menjadi: pasa, lua, sabanta, bana, anta, data.

Seperti bahasa Indonesia, bahasa Minang juga mempunyai awalan (prefiks). Awalan ber- , me-, ter-  dalam bahasa Indonesia berubah menjadi  awalan ba-, ma-, ta-,  Contoh: ber-menung, me-manjat, ter-lambat. Akan berubah menjadi ba-manuang, ma-manjek, ta-lambek (lihat aturan transformasi kata di atas). Kata depan (preposition) ke, akan berubah menjadi ka.

Demikianlah sekelumit tentang bahasa Minang. Memang ada kosa kata lainnya yang sama sekali tidak sama dengan bahasa Indonesia.  Seperti kata: Besar, ibu, satu, bagus, uang, celana di mana dalam bahasa Minang menjadi : gadang, mande, ciek, rancak, pitih, sarawa.


Semoga bermanfaat. 

Rabu, 17 Februari 2016

Bila Harga Cabe Naik, Orang Minang Pun Panik

Cabe merah bisa dikatakan bahan makanan pokok bagi orang Minang. Rata-rata masakan Padang mengandung cabe, sebut saja apa nama masakannya. Anda bisa intip di rumah makan Padang yang banyak tersebar di tanah air. Mulai dari rendang, kalio, sampadeh ikan atau daging, pangek, soto, dan makanan berkuah lainnya. Bila tidak mengandung cabe merah, dipastikan ada cabe hijau atau cabe rawit di dalamnya. Pendek kata hampir semua masakan dicabein termasuk telur balado, dendeng balado, ayam goreng balado, dan palai (pepes). Bahkan ada masakan khusus yang hanya terdiri dari cabe, bawang, tomat dan garam. Namanya samba lado.

image from gambargratis.com

Tidak hanya di rumah makan. Di rumah tangga pun setiap hari masakannya juga mengandung cabe. Kalau makan tidak ada cabenya,  serasa belum makan. Begitu yang kerap saya dengar. Artikel ini ditulis karena saat ini di Padang harga cabe sedang merangkak naik. Hampir menyentuh level 80 ribu perkilogram. Kalau naik terus, bisa-bisa menyamai harga sekilo daging. Ini bikin resah banyak rumah tangga di Sumatera Barat. Kegelisahannya bisa jadi melebihi naiknya harga BBM.

Seberapa Banyak Orang Minang mengkonsumsi cabe?

Saya tidak tahu pasti, lagipula saya tidak menemukan data statistik yang ada. Tapi baiklah saya gambarkan ilustrasi berikut ini.
Dulu sewaktu masih tinggal di Jakarta, ketika istri sedang memasak, ada tetangga yang mampir dan melihat istri sedang mengulek cabe. Ada hajatan apa, ngulek cabe begitu banyak? Padahal istri hanya mengulek di cobekan kecil saja. Istri saya orangnya memang palado (doyan cabe) dan mau masak ikan goreng balado. Si tetangga udah bergidik ngeri sembari berhahaha, pedes katanya. Si tetangga ini kebetulan orang Sunda. Lalu saya teringat waktu kecil, di kampung ada orang Jawa, anak kos, yang terkaget-kaget melihat ibu saya sedang menggiling cabe. Komennya juga sama. Dari pengamatan saya selama ini baik dari keluarga besar, maupun teman-teman orang Padang memang doyan cabe dibanding teman-teman yang bukan orang Padang. Dan saya lihat, rata-rata, sekali masak orang Padang mengkonsumsi cabe 1- 1,25 ons setiap kali memasak. Kadang-kadang saya juga terheran-heran melihat masakan atau lauk apapun, pasti dicabein. Secara pribadi saya bukan palado, dan bisa makan tanpa cabe (yang penting ada sayuran berwarna hijau).

Cara Ngulek Cabe Orang Minang Beda
Kalau di daerah lain orang mengulek cabe menggunakan cobek, tapi di Sumatera Barat orang menggunakan batu bulat, namanya batu lado. Karena orang Padang mengkonsumsi cabe lebih banyak, maka penggunaan cobek tidak efektif, tapi dengan batu lado yang bulat serta landasan yang cukup besar, bisa mengulek lebih banyak. Makanya orang Padang menyebut kegiatan ini dengan menggiling cabe. Katanya juga, rasa pedas yang dihasilkan beda karena dengan menggiling, biji cabe hancur dan menyatu dengan bumbu lain. Kalau malas menggiling cabe, maka blender jadi pilihan.

Mengapa Orang Minang Suka Cabe Merah?
Itu pertanyaan yang lebih tepat saya rasa dibandingkan pertanyaan mengapa orang Minang suka pedas? Rasa pedas bisa saja diperoleh dari cabe rawit, cabe hijau, maupun merica. Tapi kebanyakan masakan Padang lebih banyak menggunakan cabe merah. Memang ada juga masakan seperti itiak lado ijau yang menggunakan cabe hijau atau ikan asin lado ijau. Sebagai orang minang saya mencoba menjelaskannya.

Makanan tak lepas dari kebudayaan dan adat istiadat suatu negeri. Dalam budaya minangkabau, tiga warna yang menjadi lambang adalah hitam, merah dan kuning (mirip bendera Jerman). Dalam prosesi budaya tiga warna ini mendominasi. Lihatlah pakaian pengantin dan pelaminan serta pakaian bundo kanduang. Kuat nuansa merahnya. Maka begitu juga pada makanannya. Cabe merah memberi warna yang dekat dengan budaya. Warna merah melambangkan ketegasan dan keberanian dan juga lambang kaum alim ulama.

Rasa pedas yang ada pada cabe berasal dari zat capsaicin. Saat tubuh merasa pedas, hipotalamus akan bereaksi mengeluarkan endorphin, senyawa sejenis morpin  yang bersifat menenangkan bila saraf tubuh merasakan sakit (pedas dianggap sebagai rasa sakit). Orang Minang dari kecil sudah terbiasa dengan makanan pedas. Setiap kali makan yang pedas, maka endorphin akan dilepaskan oleh hipotalamus sehingga menimbulkan ketagihan.

Kondisi alam Sumatera Barat adalah alam pegunungan. Masyarakat asli Minang tinggal di pegunungan  seperti kaki gunung Marapi, Singgalang, Tandikat, ataupun kawasan bukit Barisan. Cabe gampang tumbuh di alam seperti itu. Karena konturnya berupa pegunungan maka banyak tempat bersuhu dingin/ sejuk. Untuk menghangatkan badan mereka menggunakan cabe dalam masakan karena minuman beralkohol tidak sesuai dengan masyarakat minang yang religius. Disamping itu makanan  yang banyak diberi cabe merupakan salah satu cara supaya makanan tidak cepat basi.


Dari penjelasan di atas jelaslah betapa berartinya cabe merah dalam kehidupan masyarakat minang. Cabe selalu hadir dalam masakan mereka sehari-hari. Jadi kalau harganya naik, masyarakat minang bisa panik. Sebelum mengakhiri tulisan ini saya akan memberi tahu suatu hal. Anda boleh percaya atau tidak. Cabe di Sumatera Barat rasanya jauh lebih pedas dibanding cabe dari daerah lain, termasuk yang namanya cabe rawit. Nama cabe yang paling tinggi tingkat kepedasannya adalah lado kampuang atau disebut juga lado kambuik. Kalau dibikin sambel, bukan saja menerbitkan keringat tapi air mata juga bisa keluar saking pedasnya. Tak percaya? Coba saja.