Di
Sumatera Barat khususnya di Pariaman, beruk (baruak) dipekerjakan sebagai pemetik kelapa. Biasanya si Ajo si pemilik beruk akan
berkeliling kampung naik sepeda atau motor
dengan beruk duduk di stang,
berkeliling menawarkan jasanya dari satu kampung ke kampung lainnya. Waktu saya
ke Pauah Kamba, Pariaman, tempo hari, pernah melihat seorang Ajo keliling kampung menawarkan jasa
memetik kelapa. Si beruk dengan gagahnya nangkring di atas stang motor.
Kabupaten
Pariaman, Sumatera Barat memang dikenal sebagai sentra penghasil kelapa.
Hampir seluruh wilayahnya ditumbuhi pohon kelapa. Pohon kelapanya tinggi menjulang hingga
beresiko untuk dipanjat oleh manusia. Oleh sebab itu orang-orang di sana
memberdayakan beruk. Saya kira itu bukan bentuk eksploitasi karena sudah sifat orang
minang barangkali, tidak mau mengambil pekerjaan yang beresiko tinggi. Jadi
kalau beruk yang di suruh memetik kelapa, sudah merupakan natural habitnya.
Tinggal melatihnya untuk bisa menuruti perintah sang Tuan memetik kelapa yang
tua.
Saya
pernah bertanya pada mintuo (bini mamak) orang Pauah Kamba, tentang beruk
pemetik kelapa. Katanya untuk setiap 1 buah kelapa yang dipetik, upahnya 200
rupiah ( tak tahulah apa sekarang sudah naik). Seekor beruk mampu memetik buah
kelapa hingga ratusan. Kalau bisa memetik 500 kelapa sehari, si Ajo bisa membawa
pulang uang 100 ribu. Bahkan bisa lebih kalau beruknya terlatih.
Kondisi
geografis Pariaman memang terletak di kawasan pesisir pantai Sumatera. Tiap
kali ke sana, saya terkagum-kagum karena banyaknya pohon kelapa di mana-mana.
Di halaman rumah, di parak-parak (kebun), selalu saja ditumbuhi pohon kelapa.
Bahkan saya sempat berseloroh, mungkin lebih banyak pohon kelapa di Pariaman
daripada jumlah penduduknya. Bahkan konon pernah saya dengar, pemda setempat
bakal menerapkan pajak bagi pemilik pohon kelapa. Tak tahulah, apakah penerapan
pajak kelapa itu berlaku atau tidak. Karena itulah, profesi pemungut kelapa
masih bertahan sampai sekarang. Beruk-beruk tersebut diperjualbelikan dan
“ditraining’ untuk terampil membedakan dan memetik buah kelapa. Harga beruk di pasaran
dijual dari ratusan ribu sampai jutaan. Beruk betina lebih disukai karena penurut dan tak suka melawan.
Pernah
sekali saya melihat aksi beru memetik kelapa. Si beruk dikalungi tali oleh
tuannya, dan disuruh memanjat Kelapa. Di puncak pohon, baruak tersebut dengan
lincah memelintir kelapa tua dengan kaki dan tangannya. Seahli seorang Rambo
memelintir kepala tentara Vietkong. Dari bawah, si Ajo mengendalikan baruak itu
pakai tali. Istilahnya “remote control’.
Sekali
lagi, saya tak menganggapnya ini bentuk eksploitasi karena saya melihat beruk
pemetik kelapa ini sehat-sehat dan besar-besar. Bulu-bulunya halus seperti bulu
kucing peliharaan. Tampangnya juga sangar. Bagi saya orang awam agak ngeri
dekat-dekat. Sekali menyeringai takutlah awak dibuatnya. Jadi berkesimpulan
beruk tersebut dipelihara dengan baik oleh tuannya, karena mereka tahu, beruk
tersebut adalah sumber penghasilannya.
Saya
juga pernah baca di koran beberapa tahun lalu, ada kejadian seekor beruk pemetik
kelapa menyerang tuannya sampai mati karena si beruk ini mengamuk karena
tuannya marah-marah dan terlalu memforsir tenaganya. Jadinya ia melawan. Bila
merasa dieksploitasi, baruak juga bisa protes dan melawan. Kalau tak bisa
melawan paling juga stress dan akhirnya gantung diri. Yang rugi toh si Ajo
pemilik beruak.
Yuk, lihat aksi si beruk
artikel ini pernah dipublikasikan di sini
0 komentar:
Posting Komentar