Kamis, 13 Juli 2017

Cara Unik Memetik Kelapa di Pariaman

Di Sumatera Barat khususnya di Pariaman, beruk (baruak) dipekerjakan sebagai pemetik kelapa. Biasanya si Ajo si pemilik beruk akan berkeliling kampung naik sepeda atau motor  dengan beruk  duduk di stang, berkeliling menawarkan jasanya dari satu kampung ke kampung lainnya. Waktu saya ke Pauah Kamba, Pariaman, tempo hari, pernah melihat  seorang Ajo keliling kampung menawarkan jasa memetik kelapa. Si beruk dengan gagahnya nangkring di atas stang motor.

Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat memang dikenal sebagai sentra penghasil kelapa. Hampir seluruh wilayahnya ditumbuhi pohon kelapa.  Pohon kelapanya tinggi menjulang hingga beresiko untuk dipanjat oleh manusia. Oleh sebab itu orang-orang di sana memberdayakan beruk. Saya kira itu bukan  bentuk eksploitasi karena sudah sifat orang minang barangkali, tidak mau mengambil pekerjaan yang beresiko tinggi. Jadi kalau beruk yang di suruh memetik kelapa, sudah merupakan natural habitnya. Tinggal melatihnya untuk bisa menuruti perintah sang Tuan memetik kelapa yang tua.

Saya pernah bertanya pada mintuo (bini mamak) orang Pauah Kamba, tentang beruk pemetik kelapa. Katanya untuk setiap 1 buah kelapa yang dipetik, upahnya 200 rupiah ( tak tahulah apa sekarang sudah naik). Seekor beruk mampu memetik buah kelapa hingga ratusan. Kalau bisa memetik 500 kelapa sehari, si Ajo bisa membawa pulang uang 100 ribu. Bahkan bisa lebih kalau beruknya terlatih.

Kondisi geografis Pariaman memang terletak di kawasan pesisir pantai Sumatera. Tiap kali ke sana, saya terkagum-kagum karena banyaknya pohon kelapa di mana-mana. Di halaman rumah, di parak-parak (kebun), selalu saja ditumbuhi pohon kelapa. Bahkan saya sempat berseloroh, mungkin lebih banyak pohon kelapa di Pariaman daripada jumlah penduduknya. Bahkan konon pernah saya dengar, pemda setempat bakal menerapkan pajak bagi pemilik pohon kelapa. Tak tahulah, apakah penerapan pajak kelapa itu berlaku atau tidak. Karena itulah, profesi pemungut kelapa masih bertahan sampai sekarang. Beruk-beruk tersebut diperjualbelikan dan “ditraining’ untuk terampil membedakan dan memetik buah kelapa. Harga beruk di pasaran dijual dari ratusan ribu sampai jutaan. Beruk betina lebih disukai karena  penurut dan tak suka melawan.

Pernah sekali saya melihat aksi beru memetik kelapa. Si beruk dikalungi tali oleh tuannya, dan disuruh memanjat Kelapa. Di puncak pohon, baruak tersebut dengan lincah memelintir kelapa tua dengan kaki dan tangannya. Seahli seorang Rambo memelintir kepala tentara Vietkong. Dari bawah, si Ajo mengendalikan baruak itu pakai tali. Istilahnya “remote control’.

Sekali lagi, saya tak menganggapnya ini bentuk eksploitasi karena saya melihat beruk pemetik kelapa ini sehat-sehat dan besar-besar. Bulu-bulunya halus seperti bulu kucing peliharaan. Tampangnya juga sangar. Bagi saya orang awam agak ngeri dekat-dekat. Sekali menyeringai takutlah awak dibuatnya. Jadi berkesimpulan beruk tersebut dipelihara dengan baik oleh tuannya, karena mereka tahu, beruk tersebut adalah sumber penghasilannya.


Saya juga pernah baca di koran beberapa tahun lalu, ada kejadian seekor beruk pemetik kelapa menyerang tuannya sampai mati karena si beruk ini mengamuk karena tuannya marah-marah dan terlalu memforsir tenaganya. Jadinya ia melawan. Bila merasa dieksploitasi, baruak juga bisa protes dan melawan. Kalau tak bisa melawan paling juga stress dan akhirnya gantung diri. Yang rugi toh si Ajo pemilik beruak.
Yuk, lihat aksi si beruk

artikel ini pernah dipublikasikan di sini

0 komentar:

Posting Komentar